Tuesday, April 21, 2020

INDONESIA DAN KEMANUSIAAN


Pada saat ini, dunia kita seperti sedang menghadapi apa yang disebut penulis India, Pankaj Mishra, sebagai abad kemarahan (age of anger). Ada banyak gesekan dan ketegangan yang berujung konflik, baik di tingkat lokal, regional, maupun global. Dan kita sebagai umat Islam tentu nya lebih lebih percaya, karena dengan apa yang terjadi pada saat ini, karena di dalam kitab suci Al-Qur’an dijelaskan, Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (alkibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke-jalan yang benar),"Surah Ar Rum Ayat 41.
            Dan saya sangat bersyukur tak terhingga bisa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia dimana hidup di Indonesia sangat nyaman, dan tentunya di Indonesia tidak mengalami seperti apa yang terjadi di Negara-negara Eropa, Timur Tengah dan sedikit bagian Asia tenggara.
Sedikit saya akan menceritakan sejarah pahit yang telah di alami Indonesia sebelum merdeka, Belanda menguasai Indonesia selama 350 tahun, pemerintahan Belanda di Indonesia digantikan oleh Jepang. Pada saat Belanda menyerang, mereka menyerah tanpa syarat kepada Jepang dengan melakukan perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942. Masa pendudukan Jepang ini selama 3,5 tahun dengan rentan waktu pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat Indonesia yang akan bangkit dari penjajahan yang terus menerus di Indonesia. Dari Jepang sendiri selama memerintah membentuk beberapa organisasi. Organisasi yang dibuat Jepang salah satunya adalah PETA ( Pembela Tanah Air). Pemerintahan Jepang di Indonesia berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu pada saat Perang Dunia II. Dua kota di Jepang Hirosima dan Nagasaki di bom oleh tentara sekutu. Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang, dibentuklah sebuah badan yakni BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai yang diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat. Nama BPUPKI atau menjadi PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkahi untuk lebih mengesakan keinginan Indonesia merdeka. Soekarno-Hatta selaku pemimpin PPKI dan Dr. Radjiman Widyodiningrat selaku mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, Vietnam untuk bertemu Marsekal Teauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jeapng sedang diambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Namun pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar kekalahan Jepang melalui radio republik Indonesia (RRI). Para pejuang bawah tanah siap-siap untuk memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak kemerdekaan RI sebagai hadiah dari Jepang. Saat Soekarno-hatta dan Radjiman pulang ke Indonesia, sutan syahir mendesak agar cepat dilakukan proklamasi kemerdekaan. Soekarno belum yakin Jepang telah menyerah, dan Hatta menjelaskan bahwa syahrir tidak berhak memproklamasikan karena akan menjadi bagian penting hak PPKI. Setelah mendengar kekalahan Jepang pada tanggal 14 Agustus 1945, golongan muda mendesak agar golongan tua cepat melakukan proklamasi kemerdekaan. Namun, golongan tua tidak ingin terburu-buru, mereka tidak mau pertumpahan darah di Indonesia terjadi. Soekarno-Hatta dan Achmad Soebardjo mendatangi rumah Laksamana Maeda membicarakan tentang kemerdekaan RI. Pagi hari sekitar jam 10 pagi tepat pada 16 Agustus 1945 Soekarno tidak muncul jadi tidak bisa di laksanakan proklamasi.
Peserta rapat sendiri tidak tahu atas terjadinya peristiwa yang menimpa mereka yaitu peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan terhadap Soekarno dan Hatta oleh golongan muda untuk mempercepat pelaksanaan proklamasi. Setelah kembali ke Jakarta sepulangnya dari Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta menyusun teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda yang dibantu oleh Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sajuti Melik setelah konsep selesai, Sayuti Melik mengetik naskah tersebut. Teks tersebut akhirnya di bacakan pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke Jalan Pegangsaan Timur 56, kediaman Soekarno.
            Di fase ini Indonesia harus mengikuti kemajuan zaman, agar Indonesia mampu bersaing di kancah Internasional, meskipun keadaan saat ini sedang mengalami banyak masalah di tingkat global, gejala populisme dengan propaganda-propaganda berbasis sentimen primordial sedang mengalami pasang naik. Terorisme dapat mengancam negara mana saja.
Di Eropa, ketegangan di Ukraina masih membara. Timur Tengah masih menjadi medan perang proxy yang melibatkan banyak pihak, baik di Suriah, Irak, maupun Yaman. Sudah enam tahun perang berkecamuk dan tak kunjung reda. Sudah begitu banyak pula korban harta dan nyawa. Konflik dan ketegangan di Timur Tengah juga punya kecenderungan menjalar ke kawasan lain macam Asia Selatan ataupun Asia Tenggara. Di Asia Selatan, Afghanistan, dan Bangladesh masih menghadapi berbagai ketegangan dan tak kunjung stabil. Di Asia Tenggara, konflik masih berkecamuk, baik di Myanmar, Filipina Selatan, maupun Thailand Selatan. Perebutan kota Marawi di Mindanao medio April lalu oleh IS-Ranao juga membuat situasi kian rumit. Saat ini, Indonesia memang tak lagi mengalami konflik komunal sebagaimana di permulaan era Reformasi 1998. Namun, berbagai ketegangan di tingkat nasional maupun lokal masih mewarnai kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Narasi-narasi konflik masih menghantui dan membuat kita makin waswas akan keberlangsungan kehidupan masyarakat majemuk secara harmonis. Semua ketegangan atau konflik di atas tentu punya konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan. Jatuhnya banyak korban harta dan nyawa, misalnya. Juga munculnya gelombang pengungsi dalam negeri (internally displaced people) atau ke luar negeri (migrant) yang tak jarang pula memicu krisis kemanusiaan dan problem-problem baru di tingkat global maupun nasional.
            Nah demi mencermati kejadian-kejadian pada saat ini Indonesia dapat mengambil peran untuk mencari jalan tengah secara diplomatic. Karena ini senua menjadi pikiran kita bersama dalam mengatasi krisis kemanusiaan.
Harapan saya di tahun 2045 Indonesia memliki sumberdaya manusia yang berkualitas yang mampu bersaing dengan Negara-negara maju, dalam peringkat daya saing global Indonesia juga meningkat dari 41 menjadi nomer 36 dari 137 Negara.

No comments:

Post a Comment