Pada saat ini,
dunia kita seperti sedang menghadapi apa yang disebut penulis India, Pankaj
Mishra, sebagai abad kemarahan (age of anger). Ada banyak gesekan dan
ketegangan yang berujung konflik, baik di tingkat lokal, regional, maupun
global. Dan kita sebagai umat Islam tentu nya lebih lebih percaya, karena
dengan apa yang terjadi pada saat ini, karena di dalam kitab suci Al-Qur’an
dijelaskan, Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (alkibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke-jalan yang benar),"Surah Ar Rum
Ayat 41.
Dan saya sangat
bersyukur tak terhingga bisa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia dimana
hidup di Indonesia sangat nyaman, dan tentunya di Indonesia tidak mengalami
seperti apa yang terjadi di Negara-negara Eropa, Timur Tengah dan sedikit
bagian Asia tenggara.
Sedikit saya akan menceritakan sejarah pahit yang telah di alami
Indonesia sebelum merdeka, Belanda menguasai Indonesia selama 350 tahun,
pemerintahan Belanda di Indonesia digantikan oleh Jepang. Pada saat Belanda
menyerang, mereka menyerah tanpa syarat kepada Jepang dengan melakukan perjanjian
Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942. Masa pendudukan Jepang ini selama 3,5 tahun
dengan rentan waktu pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada
saat Indonesia yang akan bangkit dari penjajahan yang terus menerus di
Indonesia. Dari Jepang sendiri selama memerintah membentuk beberapa organisasi.
Organisasi yang dibuat Jepang salah satunya adalah PETA ( Pembela Tanah Air). Pemerintahan
Jepang di Indonesia berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu pada saat
Perang Dunia II. Dua kota di Jepang Hirosima dan Nagasaki di bom oleh tentara
sekutu. Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang, dibentuklah sebuah badan
yakni BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai yang diketuai oleh Dr. Radjiman
Widyodiningrat. Nama BPUPKI atau menjadi PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkahi untuk
lebih mengesakan keinginan Indonesia merdeka. Soekarno-Hatta selaku pemimpin
PPKI dan Dr. Radjiman Widyodiningrat selaku mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke
Dalat, Vietnam untuk bertemu Marsekal Teauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jeapng sedang diambang kekalahan
dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Namun pada tanggal 10 Agustus
1945, Sutan Syahrir telah mendengar kekalahan Jepang melalui radio republik
Indonesia (RRI). Para pejuang bawah tanah siap-siap untuk memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak kemerdekaan RI sebagai hadiah dari Jepang. Saat
Soekarno-hatta dan Radjiman pulang ke Indonesia, sutan syahir mendesak agar
cepat dilakukan proklamasi kemerdekaan. Soekarno belum yakin Jepang telah menyerah,
dan Hatta menjelaskan bahwa syahrir tidak berhak memproklamasikan karena akan
menjadi bagian penting hak PPKI. Setelah mendengar kekalahan Jepang pada
tanggal 14 Agustus 1945, golongan muda mendesak agar golongan tua cepat
melakukan proklamasi kemerdekaan. Namun, golongan tua tidak ingin terburu-buru,
mereka tidak mau pertumpahan darah di Indonesia terjadi. Soekarno-Hatta dan
Achmad Soebardjo mendatangi rumah Laksamana Maeda membicarakan tentang
kemerdekaan RI. Pagi hari sekitar jam 10 pagi tepat pada 16 Agustus 1945
Soekarno tidak muncul jadi tidak bisa di laksanakan proklamasi.
Peserta rapat sendiri tidak tahu atas terjadinya peristiwa yang
menimpa mereka yaitu peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan
terhadap Soekarno dan Hatta oleh golongan muda untuk mempercepat pelaksanaan
proklamasi. Setelah kembali ke Jakarta sepulangnya dari Rengasdengklok,
Soekarno dan Hatta menyusun teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda yang
dibantu oleh Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro
dan Sajuti Melik setelah konsep selesai, Sayuti Melik mengetik naskah tersebut.
Teks tersebut akhirnya di bacakan pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945. Pada
awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung
alasan keamanan dipindahkan ke Jalan Pegangsaan Timur 56, kediaman Soekarno.
Di fase ini
Indonesia harus mengikuti kemajuan zaman, agar Indonesia mampu bersaing di
kancah Internasional, meskipun keadaan saat ini sedang mengalami banyak masalah
di tingkat global, gejala populisme dengan propaganda-propaganda berbasis
sentimen primordial sedang mengalami pasang naik. Terorisme dapat mengancam
negara mana saja.
Di Eropa, ketegangan di Ukraina masih membara. Timur Tengah masih
menjadi medan perang proxy yang melibatkan banyak pihak, baik di
Suriah, Irak, maupun Yaman. Sudah enam tahun perang berkecamuk dan tak kunjung
reda. Sudah begitu banyak pula korban harta dan nyawa. Konflik dan ketegangan
di Timur Tengah juga punya kecenderungan menjalar ke kawasan lain macam Asia
Selatan ataupun Asia Tenggara. Di Asia Selatan, Afghanistan, dan Bangladesh
masih menghadapi berbagai ketegangan dan tak kunjung stabil. Di Asia Tenggara,
konflik masih berkecamuk, baik di Myanmar, Filipina Selatan, maupun Thailand
Selatan. Perebutan kota Marawi di Mindanao medio April lalu oleh IS-Ranao juga
membuat situasi kian rumit. Saat ini, Indonesia memang tak lagi mengalami
konflik komunal sebagaimana di permulaan era Reformasi 1998. Namun, berbagai
ketegangan di tingkat nasional maupun lokal masih mewarnai kehidupan kita dalam
berbangsa dan bernegara. Narasi-narasi konflik masih menghantui dan membuat
kita makin waswas akan keberlangsungan kehidupan masyarakat majemuk secara
harmonis. Semua ketegangan atau konflik di atas tentu punya konsekuensi-konsekuensi
kemanusiaan. Jatuhnya banyak korban harta dan nyawa, misalnya. Juga munculnya
gelombang pengungsi dalam negeri (internally displaced people) atau
ke luar negeri (migrant) yang tak jarang pula memicu krisis kemanusiaan dan
problem-problem baru di tingkat global maupun nasional.
Nah demi
mencermati kejadian-kejadian pada saat ini Indonesia dapat mengambil peran
untuk mencari jalan tengah secara diplomatic. Karena ini senua menjadi pikiran
kita bersama dalam mengatasi krisis kemanusiaan.
Harapan saya di tahun 2045 Indonesia memliki sumberdaya manusia
yang berkualitas yang mampu bersaing dengan Negara-negara maju, dalam peringkat
daya saing global Indonesia juga meningkat dari 41 menjadi nomer 36 dari 137
Negara.
No comments:
Post a Comment